Minggu, 20 Juni 2010

SEORANG MAHASISWI HUKUM TINGKAT AKHIR YANG KEBINGUNGAN

Masa Ujian Akhir Semester di kampus gw akan berakhir 2 minggu lagi, yang artinya masa kuliah semester 6 gw pun berakhir yang artinya gw akan memasuki semester 7 pada awal September yang artinya gw akan dan harus sudah mulai mengerjakan skripsi! Beberapa waktu belakangan ini gw lagi mengalami masa-masa “kebingungan”. Bingung mau buat judul skripsi apa, bingung mau magang atau nggak, bingung abis menyabet gelar S1 gw harus kerja dulu apa langsung S2. Semua berawal dari kebingungan gw terhadap diri gw sendiri kenapa diri gw bisa bingung. Hahaha…

Alasan gw untuk menggeluti Ilmu Hukum karena gw ingin memperbaiki sistem hukum di Indonesia (yang belakangan gw ketahui bahwa yang bermasalah bukanlah sistem hukumnya akan tetapi aparat hukum dan birokrasi yang berjalan dengan tidak semestinya). Gw paling nggak suka dengan orang-orang yang melanggar peraturan yang sudah ada. Peraturan itu dibuat untuk dipatuhi dan tujuannya adalah untuk menjaga ketertiban umum agar hidup kita tidak bermasalah (amin). Sejak awal perkuliahan, gw sangat menggebu-gebu bahwa kelak gw akan menjadi seorang praktisi ¬¬1litigasi handal yang akan membela hak-hak rakyat kecil di pengadilan. Membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Betapa tulusnya cita-cita gw pada saat itu (sampai sekarang juga sih), walaupun banyak sekali senior-senior yang berusaha memupuskan harapan gw dengan menjelaskan betapa bobroknya birokrasi hukum Indonesia dan betapa mereka menentang gw menjadi seorang pahlawan hukum! (halah…lebay). Tapi gw menolak dan menengking setiap perkataan mereka yang tidak membangun. Gw percaya masih banyak orang-orang yang memiliki hati untuk Indonesia dan menginginkan perubahan signifikan terjadi di Bangsa ini, yang salah satunya tentu saja adalah gw :D

Di kampus gw (Universitas Trisakti Jakarta), Fakultas Hukum memiliki 7 Program Kekhususan yaitu : 1. Hukum Bisnis dan Industri; 2. Hukum Perdata; 3. Hukum Agraria; 4. Hukum Pidana; 5. Hukum Transnasional; 6. Praktisi Hukum; 7. Hukum Tata Pemerintahan. Sejak semester pertama gw sudah menetapkan pilihan gw untuk fokus pada PK VI (Praktisi Hukum) karena nantinya yang gw pelajari di PK ini (Pidana, Perdata, Hukum Acara dll) akan sangat bermanfaat bagi gw kelak ketika gw menjadi seorang pengacara, yang akan menyelesaikan masalah tanpa masalah (udah kayak slogan Perum Pegadaian aja). Ketetapan hati gw ini pun mulai runtuh ketika gw memasuki semester 3. Gw mengikuti 2National Mood Court Competition yang diselenggarakan oleh Universitas Pancasila yang bekerjasama dengan Kejaksaan Agung. Persiapan lomba ini memakan waktu lebih kurang 2 bulan dengan intensitas pertemuan yang hampir setiap hari, dari pulang kuliah sampai malam bahkan sampai pagi. Gw jadi sering bolak-balik ke Pengadilan Negeri untuk mengambil Putusan-putusan serta contoh berkas-berkas (BAP, Penuntutan, Surat Dakwaan, dll) yang tebalnya beratus-ratus halaman. Hal ini membuat gw ragu untuk tetap di PK VI karena hal serupa (bolak-balik ke pengadilan) akan gw alami lagi pada saat gw menyusun skripsi nantinya dan gw tidak suka dan tidak menikmati hal tersebut. Gw jg mengalami ke-semrawutan birokrasi yang terjadi di dalam dunia hukum (hukum acara pada khususnya). Ketidak-adilan, istilah KUHP (Kasih Uang Habis Perkara), Mafia Hukum, Makelar Kasus dan lain sebagainya yang semakin memantapkan gw untuk putar haluan dari PK VI. Ketika gw memutuskan untuk mengganti program kekhususan, gw mengalami kebingungan yang pertama dimana gw harus memilih antara Program Hukum Transnasional atau Program Hukum Bisnis dan Industri. Selama satu tahun gw berpikir, merenung, mempertanyakan, berkonsultasi, menganalisa, berdoa dan sampai akhirnya gw memutuskan untuk memilih PK I : Bisnis dan Industri. Kebingungan kedua gw muncul ketika semester 5 berakhir dan Transkrip Nilai gw keluar. Gw bingung kenapa nilai-nilai mata kuliah pilihan gw dari PK lain nilainya lebih tinggi daripada mata kuliah wajib PK I. Padahal gw udah belajar mati-matian (untung gw gak mati beneran). Seharusnya yang terjadi adalah kebalikannya, nilai mata kuliah wajib gw seharusnya lebih bagus daripada mata kuliah yang lainnya. Ternyata oh ternyata, hal ini dikarenakan bahwa seluruh dosen di PK I memang terkenal hemat dalam memberikan nilai bagi mahasiswanya. Mereka menerapkan prinsip Hemat pangkal Kaya dalam sistem perkuliahan.

Karena sudah terlanjur tercempulung di PK I (kepalang basah, mending lanjut berenang) gw memantapkan niat gw dan melangkah dengan iman untuk menjejaki setiap mata kuliah pokok PK I yang harus gw selesaikan dengan maksimal. Hasilnya akan gw ketahui pada waktu pembagian KHS juli mendatang. Gw sangat berharap kali ini nilai-nilai mata kuliah wajib gw-lah yang akan menjulang tinggi (amin). Berhubung gw orangnya visioner alias suka sekali memikirkan hal-hal apa yang selanjutnya harus gw lakukan padahal seharusnya belum waktunya gw pikirkan (ngerti nggak maksud gw? Haha) gw skrg kebingungan memikirkan apa yang harus gw lakukan setelah menjadi Sarjana Hukum tahun depan (amin). Padahal kebingungan pertama yang seharusnya gw antisipasi adalah kebingungan mencari judul skripsi. Gw perlu pendapat. Gw perlu masukan. Gw berdoa. Gw minta hikmat.

Kebingungan gw pun satu persatu terjawab sudah. Beberapa hari yang lalu gw mengikuti Youth Camp (Rock Steady) dari Gereja gw. Salah satu session yang diberikan adalah mengenai Career Coach. Salah satu pe mbicaranya adalah seorang pengacara muda, perempuan lagi. Namanya Grace. Setelah session gw menemuinya dan menceritakan segala kebingungan gw. Untungnya dia ga ikutan bingung juga. Banyak hal yang gw dapat dari dia yang cukup membantu gw dari keluar dari segala kebingungan gw. Untuk saat ini, gw sudah mantap untuk mengambil judul skripsi antara bidang hukum korporasi, penanaman modal atau pasar modal. Rencana gw berikutnya adalah selama gw kuliah di semester 7 nanti, kalau tidak ada halangan gw berencana untuk magang di sebuah law firm. Setelah menyandang gelar Sarjana Hukum, gw berencana untuk kerja dulu sambil mengikuti pendidikan profesi. Setelah itu, baru deh gw lanjut S2. How about that? :D

What I want to share?
Dalam hidup ini, seringkali kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang kadang membuat kita bingung. Kita harus memberikan keputusan yang benar karena kalau tidak, mungkin kita akan menyesal suatu waktu nanti dan efeknya tidak baik bagi kita. Keputusan yang benar memerlukan hikmat, pengetahuan dan pengertian. What should we do? Hal pertama yang biasanya gw lakukan adalah berdoa and read my Bible. Gw minta hikmat dan kebijaksanaan dari Tuhan supaya gw tahu apa yang harus gw lakukan agar gw ga salah mengambil keputusan. Setelah itu, baru deh gw tanya pendapat orang-orang terdekat gw, gw mencari tahu info mengenai pilihan-pilihan yang tersedia itu, kelebihan dan kekurangannya, gw bertanya kepada orang yang sebelumnya pernah mengalami hal yang gw alami sekarang ini dan lain sebagainya. Tuhan bisa pake siapa saja, apa saja. Pada saat gw harus memberikan keputusan, gw hal yang terakhir gw lakukan sama dengan hal pertama yang gw lakukan, yaitu berdoa. Menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Gw percaya ketika gw berjalan bersama-Nya, Dia nggak akan pernah ngecewain gw. Sekalipun gw mengambil keputusan yang salah, Dia bisa mengubah keadaan gw menjadi lebih baik sesuai dengan rancangan dan kehendak-Nya. Karena gw bersandar hanya padaNya.

Selasa, 08 Juni 2010

MEMBERANTAS MAFIA KASUS

Hari ini saya mengikuti Seminar tentang "Memberantas Mafia Hukum di Indonesia" yang diselenggarakan oleh Kepresidenan Mahasiswa Universitas Trisakti. Saya dan beberapa teman lainnya pun datang mewakili Parlemen Fakultas Hukum Trisakti. Pembicara yang hadir pada hari ini bisa dibilang cukup penting dan ahli di bidangnya, antara lain adalah Irjen Pol Edward Aritonang dari Kepolisian Republik Indonesia, Bibid Samad Riyanto dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Dr. Yenti Ganarsih, SH. MH Akademisi yang merupakah Pakar tentang Money Laundry dan juga perwakilan dari Indonesia Corruption Watch. Seminar yang berlangsung semi-formal ini pun dibuka oleh Ketua DPR RI - Marzuki Ali. Bayu Saputra Muslimin selaku moderator membawa alur seminar dengan santai dan lugas. Ada beberapa hal menarik dari penjelasan para Pembicara dan pertanyaan para Mahasiswa yang ingin saya bagikan. Hal yang dibicarakan di seminar ini pun merupakan topik-topik hangat yang sekarang ini masih menjadi bahan pembicaraan banyak orang, sebut saja Kasus Century, Mafia Pajak, Susno Duadji, dan lain sebagainya. Saya akan mencoba untuk memaparkan hal-hal menarik yang saya dapatkan menurut pemikiran saya. ....Edward Aritonang... makelar kasus itu bisa dibilang sebagai penghubung antara orang yang membutuhkan 'jasa' dengan para aktor mafia hukum (kepolisian, kejaksaan, Dirjen Pajak, dll). Nah, si Markus inilah 'arsitek'nya untuk mengatur bagaimana menyelesaikan kasus dengan cara yan tidak benar. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya Mafia Hukum antara lain adalah Proses pengadilan yang sangat panjang sehingga membuka celah bagi mafia hukum untuk beraksi; Degradasi Moral Bangsa; Lemahnya aturan, regulasi, sanksi atas penyelewengan hukum; lemahnya pengawasan terhadap proses hukum dan keterbatasan anggaran. Untuk mengatasi hal ini, Polri telah melakukan bebrapa hal yaitu “Kroyok Reserse” yang meliputi Kegiatan Upaya pembinaan Moral, Pengawasan Penyidik, Peningkatan Anggaran Penyidikan, Reward and Punishment, Penataan Sistem, Menata Sarana dan Prasarana ruangan kerja. ‘markus’ itu muncul karena Penegakan hukum tidak benar, jadi harus dilakukan REFORMASI POLRI! Susno Duadji adalah sahabat saya, kami berdua adalah anak didikan dari Bapak Bibit yang pada waktu itu menjabat sebagai Kapolda di Kalimantan. Sebenarnya mengapa Susno terlihat ‘ditekan’ dari beberapa pihak itu tidaklah benar. Hanya saja memang beliau sudah melanggar kode etik profesi dan juga melakukan tindakan pidana pada saat Ia menjadi bareskrim. Sudah tau terjadi penyelewangan hukum tetapi tidak melakukan tindakan. Kepolisian juga membuka peluang bagi adanya Public Control. Di dalam website Kepolisian RI, sudah ada portal dimana setiap masyarakat dapat ‘bebas berbicara’. Selain itu kami juga punya facebook dan twitter yang selalu kami update. Kami juga tidak mau ketinggalan dengan anak muda zaman sekarang. …Yenti Ganarsih… sebagai akademisi, saya kadang heran terhadap para praktisi hukum. Seringkali apa yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan teori yang berlaku. Kerapkali para praktisi berkata ‘itukan teorinya, prakteknya beda lagi’. Jadi, apakah teori yang sudah ada sekarang ini tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman? Atau apakah memang praktisinya yang melakukan penyelewengan terhadap teori hukum yang berlaku saat ini. Seharusnya para praktisi (Hakim, Jaksa dan Pengacara) tidak ‘bersentuhan’ secara langsung di lapangan. Tidak etis. Masa si Hakim bermain golf bersama dengan Pengacara dari si terdakwa sih. Hal ini seringkali terjadi. Karena saya dari bidang akademisi, menurut saya perlu juga disebutkan si Mafia Hukum ini berasal dari Universitas apa, fakultas apa dan berapa lama kuliahnya. Saya sebagai Ketua Program Kekhususan Praktisi Hukum tidak pernah ‘mencetak’ mahasiswa untuk menjadi Mafia Hukum. Hari ini Pengacara yang diundang tidak dating. Kenapa? Apa karena dia tidak bisa membela diri? Tadi Pak Marzuki Ali mengatakan “kadang orang yang berkompeten tidak punya kapasitas”. Apa artinya? menurut saya kadang orang-orang berkompeten seringkali memberikan solusi-solusi yang baik dan benar, tapi karena dia tidak punya kapasitas untuk berbicara mereka sering tidak didengarkan ataupun disepelekan. Dengan adanya mahasiswa yang hadir di seminar hari ini mencerminkan keperdulian mereka terhadap pemberantasan Mafia Hukum di Indonesia. Saya percaya, dengan adanya mahasiswa yang berintegritas dan berdedikasi penuh terhadap tanah air, Negara kita akan menjadi lebih baik lagi! …Bibit Samat Riyanto… Ada 3 Komponen Bangsa yang sudah tercemar oleh Mafia Hukum yaitu: 1.Politik, sistemnya yang kotor. Banyak sekali maling politik di Negara ini. Coba saya Tanya, sekarang ini ada tidak orang yang mau menjadi Gubernur dan Bupati yang ga pake uang? Gaji Bupati itu setidaknya 5.6jt perbulan. 5 tahun masa jabatan jadi penghasilannya sekitar 300jtan. Tapi kenyataannya apa? Mereka bisa terima Milyaran lebih dari proyek-proyek yang ada di daerahnya. 2. Ekonomi, misalnya di pemborong. Dalam kepolisian juga ada istilah “Parko” yaitu Partisipasi Komando. Saya dulu pada waktu di kepolisian, pasti kalau ada pengeluaran paling tidak 20% anggarannya diberikan kepada komando saya. 3. Hukum, semua penegak hukum sudah pernah kena KPK. Hakim, Jaksa, Kepolisian yang menjadi Mafia Peradilan. Sekedar informasi, pada waktu saya ditangkap ternyata saya ditahan di kamarnya Artalitha yang mewah itu. Pantas saya merasa kok pernah melihat ruang tahanan ini di televisi. Hahahaha… Pada waktu saya menjabat sebagai Kapolda di Kalimantan. Saya menangani sekitar 234 kasus Illegal Logging yang mana kalo mau saya selewengkan, saya bisa dapat 500 juta per kasus. Bisa kaya sekali saya pada waktu itu. Tapi saya tidak mau, karena saya percaya setelah kehidupan di bumi ini masih ada lagi kehidupan lain di akhirat. Saya ndak mau senang di bumi sengsara di akhirat. Mafia kasus itu biasanya dimulai di “Grey Area” yaitu penyidikan yang menentukan kasus tersebut masuk ke wilayah hukum pidana ataukah perdata. Kemudian proses penangkapan, barang Bukti, Penangguhan Penahanan, Pasal-Pasal, Penafsiran unsur Delik semuanya bisa diatur sedemikian rupa. Tergantung feedback nya. Banyak orang yang mengatakan KPK lambat. Sebenarnya bukan lambat, akan tetapi KPK tidak boleh menghentikan Penyidikan, oleh sebab itu penyelidikannya harus mateng dan ini memerlukan waktu yang lama. Tidak ada satupun perkara di KPK yang diputus bebas. Anda mengatakan bahwa pada waktu Antasari Azhar menjabat kinerja KPK sangat efektif. Dan sekarang menjadi lebih efektif lagi setelah AA masuk tahanan. Anda bisa bertanya kepada ICW. Bangsa ini memerlukan gerakan moral anti korupsi dan juga doronan untuk melaksanakan political will secara nyata. Mengenai hukuman atas tindak pidana korupsi, banyak yang berpendapat mengapa hanya 2-5 tahun penjara saja? Kenapa tidak ada hukuman mati seperti di cina?. Sebenarnya dalam Pasal 2 UU 31/99 jo Pasal 2 UU 20/01 disebutkan hukuman mati bagi koruptor dengan delik tertentu. Hukuman mati untuk korupsi itu bukan ranahnya KPK tapi DPR. Jadi kita sebagai masyarakat dapat mengusulkan kepada DPR agar Hukuman Mati terhadap Koruptor ini diundangkan. Tapi apakah mereka mau? Karena kenyataannya banyak juga anggota DPR yang Korupsi, apkah mereka mau membuat hukuman mati ‘bagi diri sendiri”. Hahaha …Indonesia Corruption Watch… Tahun 2009 Indonesia dinyatakan sebagai Negara terkorup ke-2 di Dunia dan Negara paling buruk se-Asia Tenggara. Terdapat 167 Kasus Korupsi di Lembaga Eksekutif, 32 Kasus di Lembaga Legislatif dan selebihnya terjadi di Perusahaan Swasta dan BUMN. Hal ini menyebabkan kerugian Negara mencapai 1.546 Trilliun. Belakangan ini, pemberantasan Mafia Hukum di Indonesia mengalamai degradasi. Penyebab terjadinya Peluang terhadap tindak pidana Korupsi adalah sistem hukum yang diselewengkan. Misalnya KUHAP menjadi SUAP (haha). Integritas moral yang kurang. Jangan pernah memilih penjahat menjadi pejabat. Hasilnya akan buruk. Ruang lingkup pengawasan yang lembek dan budaya masyarakat yang sering tidak taat pada aturan. …Marzuki Ali… Jangan pernah berharap pada generasi sekarang ini. Mulailah perubahan dari diri anda sendiri. Note : Mafia Hukum di Indonesia sudah lama ada dan menciptakan dampak yang sistemik. Hal ini menyebabkan sulitnya pemberantasan Mafia Hukum karena Para Aktornya saling terkait dan juga memiliki jabatan penting dalam struktur keorganisasian Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.