Rabu, 23 April 2014

Ragam Wisata Nusa Tenggara Barat




Perjalanan dinas saya kali ini mengunjungi Pulau yang berpendudukan asli Suku Sasak, yaitu Lombok, Nusa Tenggara Barat. Setibanya di bandara Lombok International Airport - Praya pada pagi hari, saya dan tim dijemput oleh Staff Gubernur NTB, karena memang kebanyakan agenda akan dilaksanakan di Mataram bersama Gubernur Nusa Tenggara Barat DR.KH.M.Zainul Majdi,MA. Agenda dinas saya di Mataram akan berlangsung selama tiga hari dari tanggal 15-17 April 2014.

Sebelum memulai agenda dinas saya keesokan harinya, di hari pertama ini saya menyempatkan diri untuk mengunjungi pusat kerajinan tangan dan oleh-oleh di kota Mataram. Seperti biasa, saya sangat menyukai kain ikat/tenun ikat khas daerah. Kali ini saya membeli kain ikat lombok dengan motif khas rumah sasak yang berasal dari berbagai daerah di Pulau Lombok, yaitu Desa Sukarare, Lombok Tengah dan Kabupaten Praya. Kain-nya ada yang terbuat dari tenun, kain katun dan sutra. Harganya pun beragam, tergantung kualitas kain-nya dari mulai Rp 150,000 per meter hingga jutaan rupiah. Selain kain ikat, saya juga membeli kain motif rang-rang yang sekarang ini lagi digandrungi. Harga di lombok relatif lebih murah daripada di Bali, akan tetapi pilihan ragam motifnya lebih banyak di Bali.

Setelah belanja kain, saya check-in di Sheraton Beach Resort yang berada di kawasan pantai senggigi. Perjalanan dari kota mataram menuju Senggigi menempuh waktu kurang lebih 25 menit dengan suguhan pemandangan alam yang begitu indah. Sesampainya di hotel saya beristirahat sejenak kemudian menyempatkan diri untuk berjalan mengitari taman dan berenang di resort dengan pemandangan pantai yang terlihat begitu indah dari lokasi kolam berenang resort.

Siang hari saya dan tim makan di Resotoran 99. Disini kami mencicipi Ikan bakar dan udang goreng tepung yang begitu nikmat. Di Pulau ini memang khas sekali dengan makanan seafood karena kota-nya dekat sekali dengan laut. Sambil makan, kami didatangi oleh beberapa pedagang mutiara keliling. Ternyata di lombok hampir setiap restoran khas daerah memang terdapat beberapa pedangang mutiara yang menawarkan dagangannya kepada pengunjung yang datang bersantap di restoran. Mereka menjual kalung, cincin, gelang, anting dan aksesoris lain-nya yang terbuat dari mutiara.

Kebanyakan jenis mutiara yang ditawarkan adalah yang terbuat dari kerang yang hidup di air tawar, jadi harganya relatif murah mulai dari Rp 25,000 - Rp 200,000 per aksesoris. Akan tetapi, ada juga yang menjual mutiara yang berasal dari kerang yang hidup di air laut, harganya lumayan mahal yaitu mulai dari Rp 500,000 - Rp 1,000,000 per Mutiara. Yang membeli Mutiara air laut ini akan diberikan Sertifikat untuk menjamin kualitas dan keasliannya. Daerah penghasil Mutiara dengan kualitas yang bagus adalah Sumbawa, Sekotong, Lombok barat, dan Teluk Nare.

Setelah makan siang saya kembali ke hotel untuk rapat bersama tim mengenai agenda dinas di Mataram. Setelah rapat rampung, saya kemudian bersantai sore di Malimbu yang kira-kira berjarak sekitar 20 kilometer dari resort tempat saya menginap. Malimbu merupakan daerah dataran tinggi di lombok dimana kita bisa menyaksikan indahnya pemandangan laut dan bukit-bukit yang mengitari lombok. Disini saya makan jagung bakar dan minum es kelapa muda sambil meyaksikan terbenam-nya matahari. Dari Malimbu juga dapat terlihat tiga pulau yang sangat terkenal di Nusa Tenggara Barat yaitu Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan. Setelah menghabiskan sore di Malimbu saya lalu kembali ke hotel untuk bersantap malam. Kebetulan malam itu ada "Indonesian Night", para tamu disuguhi hidangan prasmanan khas Indonesia dengan ditemani oleh Alunan gamelan dan Tarian Gandrong, tari tradisional suku Sasak.

Keesokan hari-nya agenda dinas saya-pun dimulai. Pagi hari, tim beserta atasan saya bersilaturahim kerumah dinas Gubernur NTB utk sarapan pagi. Uniknya, menu sarapan yang disajikan adalah menu sarapan khas Arab. Ternyata hal ini dikarenakan Gubernur NTB dulu-nya mengambil Gelar Doktor Ahli Tafsir Al-Qur'an di Universitas Kairo, Mesir sehingga makanan yang disajikan seperti thareed, luqaimat, samosa, kari kambing, roti maryam, dan teh susu, Chef-nya pun langsung orang Arab. Setelah itu kami melanjutkan kegiatan di Universitas Mataram dan mengunjungi beberapa stasiun TV dan Radio Lokal untuk talkshow live dan taping.

Malam hari-nya kami diajak oleh staff Gubernur NTB untuk makan malam dan berwisata kuliner di restoran khas di Mataram yaitu Taliwang Raya. Menu khas yang disuguhkan adalah  Ayam pelecingan, kangkung plecingan dan Es kelapa dengan Madu kristal. Rasanya nikmat sekali, sampai saya tambah dua kali. Setelah makan malam kamipun kembali ke hotel untuk beristirahat. Keesokan hari-nya kami mengunjungi beberapa pesantren yang ada di kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur kemudian malam hari-nya kembali bertolak ke Jakarta.

Jumat, 04 April 2014

Berbelanja di Ambon Manise


Ambon merupakan kota terakhir dari 8 Kota tujuan Roadshow Konvensi Partai Demokrat. Saya berada di Ambon dari tanggal 9-15 Maret 2014. Ini merupakan kali pertama saya menginjakkan kaki di Ambon. Semenjak pertama kali mendarat dan keluar dari Bandara saya terkesima dan kagum dengan pemandangan Alam yang disuguhkan kota Ambon.

Selain pemandangan laut ditengah kota yang begitu indah dengan air yang jernih, jalanan di kota Ambon pun tampak sangat bersih, berbeda dengan kota-kota lainnya yang telah saya kunjungi. Penduduk lokal-nya pun ramah-ramah, tidak seperti tanggapan kebanyakan orang mengenai masyarakat Ambon yang bersifat keras.

Hari pertama sampai ke-empat di Ambon, saya mengikuti serangkaian acara konvensi yang sudah di agendakan, mulai dari kunjungan ke kantor wakil walikota, seminar di kampus UKIM Ambon, mengunjungi pasar Tradisional di Mardika, bersilaturahim dengan Ormas dan santai sore dan minum kopi bersama wartawan di Warung Kopi Joas yang sangat terkenal di Ambon.

Di sela-sela kunjungan saya menyempatkan diri untuk ke toko oleh-oleh. Ternyata Ambon terkenal sebagai penghasil minyak Kayu Putih, Mutiara dan Kain Tenun Tanimbar yang begitu unik motifnya. Saya pun tak segan langsung memborong ketiga benda tersebut, untuk digunakan Pribadi maupun untuk diberikan kepada keluarga dan kerabat sebagai oleh-oleh. Untuk minyak Kayu Putih saya beli yang KW 1 – minyak kayu putih Naga Mas yang telah disuling karena kalau yang benar-benar asli sulit ditemukan di Ambon, karena hanya bisa didapatkan di daerah pulau buru, seram dan banda. Untuk Mutiara, saya memilih untuk membeli Mutiara hasil dari kerang yang diternakkan di air tawar, karena harganya relatif lebih murah sekitar 10-20 ribu per butir. Sementara untuk Mutiara hasil ternak kerang di air laut, harga per butirnya sekitar 750 ribu sampai berjuta-juta tergantung kualitasnya, daerah penghasil Mutiara adalah Pulau Aru. Untuk Tenun Tanimbar khas Pulau Ambon, saya membeli model selendang berwarna merah dan biru dengan harga berkisar 150-250 ribu, ada juga kain tenun untuk dijadikan rok dan selendang dengan harga berkisar 550 ribu.

Setelah menghabiskan waktu berkeliling kota Ambon, saya melanjutkan perjalanan saya ke Pulau Seram dan menginap semalam di Ora Beach Resort, Desa Saleman. Memerlukan sekitar 5 jam untuk sampai ke tempat ini, dari mulai menggunakan mobil, kapal Ferry hingga kapal boat kecil.

Begitu sampai di Ora Beach Resort, saya sangat kagum melihat pemandangan alam yang sangat indah. Saya menginap di floating hut di tepi pantai dimana saya bisa langsung memandang ke laut lepas dan memberi makan ikan yang sedang berenang diantara batu karang yang berada dibawah air laut yang sangat jernih di depan kamar saya. Setelah mengelilingi resort saya-pun tour menyusuri pantai-pantai terdekat dan kemudian memilih spot untuk snorkeling. Alam bawah laut Maluku sungguh indah dan mempesona, air yang jernih, terumbu karang yang masih bagus dan ikan-ikan yang sangan menawan.
Setelah snorkeling saya mengunjungi situs air belanda dimana terdapat perpaduan antara air tawar dingin yang berasal dari bukit di desa saleman dan air laut di laut banda yang mengakibatkan suhu air di sekitaran pantai pasir putih terkadang panas dan terkadang juga dingin.

Hari terkahir di Ora saya menghabiskan waktu untuk berenang dan snorkeling di sekitar resort serta juga bercengkrama dengan turis lokal dan mancanegara dari Perancis, Jerman dan Jepang yang pada waktu itu juga sedang menghabiskan waktu liburan mereka di Maluku.

Link Foto-foto Baronda Maluku
Link ke Tribun




Menelusuri Tenun Bali di Klungkung



Sebagai staf Dino Patti Djalal, sekarang saya sedang sibuk melakukan safari politik ke berbagai daerah sebelum konvensi calon presiden dari Partai Demokrat berlangsung, diantaranya melakukan perjalanan ke Bali 17 hingga 21 Februari lalu. Bagi saya kunjungan tersebut bukanlah pertama karena sebelumnya saya kerap berlibur ke Pulau Dewata bersama teman kuliah.

Beberapa hari berkunjung di Bali,  keseharian saya diisi dengan beragam kegiatan politik. Tetapi saya mencoba mencari waktu yang tepat untuk menengok kebudayaan Bali. Mungkin bagi banyak orang mengenal Pulau Dewata itu hanya sebatas keindahan pantai yang menyebabkan wisatawan lupa untuk menengok keindahan warisan budaya.

Keinginan untuk mengenal lebih dekat warisan budaya Bali saya utarakan pada sopir yang kerap mengantar. Seketika saya diajak ke kawasan klungkung. Selama ini nama Klungkung tak asing bagi saya, namun saya tak mengenal potensi yang dimiliki di kasawan itu, sepanjang perjalanan saya penasaran, tak sabar untuk sampai ke Klungkung.

Jarak Klungkung dengan penginapan saya di Seminyak cukup jauh menempu perjalanan satu jam. Sepanjang perjalanan saya melihat betapa kayanya Bali yang memiliki keindahan wisata bahari serta pola hidup masyarakat yang masih tradisional artinya tak melupakan tradisi kendati arus globalisasi sangat pesat. Sepanjang perjalanan saya tak hanya melihat gedung, namun kebun warga yang masih terawat.

Setibanya di Klungkung saya diantar ke rumah seorang pengrajin tenun, namun saya lupa namanya. Disana saya melihat kesibukan pekerja yang sedang menyulap benang menjadi beragam kain dengan perpaduan warna cerah yang indah dipandang. Bahkan ketika disuruh mengerjakan pun saya tak sanggup.

Pemandu mengatakan satu jenis kain tenun dibuat dalam waktu tiga bulan hingga enam bulan tergantung permintaan serta jenis kain yang dipesan. Proses pembuatanya pun masih sederhana tak ada suara mesin modren, hanya terlihat kecermatan jemari para ibu yang memadukan benang pada alat yang terbuat dari kayu.

Selain itu, saya dibawa ke sebuah ruangan yang menyimpan beragam jenis tenun Bali sebelum diantar ke berbagai daerah diantaranya kain Endek Etnik Bali, kain tenun yang berwarna dasar merah kecoklatan. Tak hanya itu, turut diperkanalkan kain endek padma kelungkung yang sangat apik perpaduan warna biru tua berhiaskan motif tenun ukiran men begitu mempersona, saya yakin setiap wanita yang datang pasti segera mengeluarkan uang untuk membeli kain itu.

Menurut informasi yang disampaikan pemandu, kain itu merupakan jenis kain tenun kas Klungkung. Harga satu kain tenun pun berwariasi mulai dari Rp 1 Juta hingga puluhan juta tergantung pada komposisi warna serta kesulitan motif yang dibuat. Jujur saya sangat salut melihat para ibu, karena benang-benangnya sangat ribet dengan ramenya warna. Mungkin tenun dari daerah lain tak memiliki warna serame tenun Bali.

Sekitar setengah hari disana saya melanjutkan perjalanan ke Pasar Klungkung. Di Pasar saya melihat pedagang menjual beragam aksesoris khas daerah setempat serta kain tenun  asli ataupun print. Saya menyempatkan diri membeli beragam aksesoris untuk ole-ole. Selain itu, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Adriana pengrajin perhiasan khas Bali yang telah menembus pasar eropa.

Menjelang petang saya kembali melanjutkan perjalanan ke hotel untuk melakukan kegiatan seperti hari-hari sebelumnya untuk menjalankan beragam agenda politik bersama seluruh staf Dino Patti Djalal. Informasi ini saya sampaikan disela-sela kesibukan saya setiba di Jakarta.
Link to Tribun