Jumat, 04 April 2014

Menelusuri Tenun Bali di Klungkung



Sebagai staf Dino Patti Djalal, sekarang saya sedang sibuk melakukan safari politik ke berbagai daerah sebelum konvensi calon presiden dari Partai Demokrat berlangsung, diantaranya melakukan perjalanan ke Bali 17 hingga 21 Februari lalu. Bagi saya kunjungan tersebut bukanlah pertama karena sebelumnya saya kerap berlibur ke Pulau Dewata bersama teman kuliah.

Beberapa hari berkunjung di Bali,  keseharian saya diisi dengan beragam kegiatan politik. Tetapi saya mencoba mencari waktu yang tepat untuk menengok kebudayaan Bali. Mungkin bagi banyak orang mengenal Pulau Dewata itu hanya sebatas keindahan pantai yang menyebabkan wisatawan lupa untuk menengok keindahan warisan budaya.

Keinginan untuk mengenal lebih dekat warisan budaya Bali saya utarakan pada sopir yang kerap mengantar. Seketika saya diajak ke kawasan klungkung. Selama ini nama Klungkung tak asing bagi saya, namun saya tak mengenal potensi yang dimiliki di kasawan itu, sepanjang perjalanan saya penasaran, tak sabar untuk sampai ke Klungkung.

Jarak Klungkung dengan penginapan saya di Seminyak cukup jauh menempu perjalanan satu jam. Sepanjang perjalanan saya melihat betapa kayanya Bali yang memiliki keindahan wisata bahari serta pola hidup masyarakat yang masih tradisional artinya tak melupakan tradisi kendati arus globalisasi sangat pesat. Sepanjang perjalanan saya tak hanya melihat gedung, namun kebun warga yang masih terawat.

Setibanya di Klungkung saya diantar ke rumah seorang pengrajin tenun, namun saya lupa namanya. Disana saya melihat kesibukan pekerja yang sedang menyulap benang menjadi beragam kain dengan perpaduan warna cerah yang indah dipandang. Bahkan ketika disuruh mengerjakan pun saya tak sanggup.

Pemandu mengatakan satu jenis kain tenun dibuat dalam waktu tiga bulan hingga enam bulan tergantung permintaan serta jenis kain yang dipesan. Proses pembuatanya pun masih sederhana tak ada suara mesin modren, hanya terlihat kecermatan jemari para ibu yang memadukan benang pada alat yang terbuat dari kayu.

Selain itu, saya dibawa ke sebuah ruangan yang menyimpan beragam jenis tenun Bali sebelum diantar ke berbagai daerah diantaranya kain Endek Etnik Bali, kain tenun yang berwarna dasar merah kecoklatan. Tak hanya itu, turut diperkanalkan kain endek padma kelungkung yang sangat apik perpaduan warna biru tua berhiaskan motif tenun ukiran men begitu mempersona, saya yakin setiap wanita yang datang pasti segera mengeluarkan uang untuk membeli kain itu.

Menurut informasi yang disampaikan pemandu, kain itu merupakan jenis kain tenun kas Klungkung. Harga satu kain tenun pun berwariasi mulai dari Rp 1 Juta hingga puluhan juta tergantung pada komposisi warna serta kesulitan motif yang dibuat. Jujur saya sangat salut melihat para ibu, karena benang-benangnya sangat ribet dengan ramenya warna. Mungkin tenun dari daerah lain tak memiliki warna serame tenun Bali.

Sekitar setengah hari disana saya melanjutkan perjalanan ke Pasar Klungkung. Di Pasar saya melihat pedagang menjual beragam aksesoris khas daerah setempat serta kain tenun  asli ataupun print. Saya menyempatkan diri membeli beragam aksesoris untuk ole-ole. Selain itu, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Adriana pengrajin perhiasan khas Bali yang telah menembus pasar eropa.

Menjelang petang saya kembali melanjutkan perjalanan ke hotel untuk melakukan kegiatan seperti hari-hari sebelumnya untuk menjalankan beragam agenda politik bersama seluruh staf Dino Patti Djalal. Informasi ini saya sampaikan disela-sela kesibukan saya setiba di Jakarta.
Link to Tribun



Tidak ada komentar:

Posting Komentar