Sebagai staf Dino Patti Djalal,
sekarang saya sedang sibuk melakukan safari politik ke berbagai daerah sebelum
konvensi calon presiden dari Partai Demokrat berlangsung, diantaranya melakukan
perjalanan ke Bali 17 hingga 21 Februari lalu. Bagi saya kunjungan tersebut
bukanlah pertama karena sebelumnya saya kerap berlibur ke Pulau Dewata bersama
teman kuliah.
Beberapa hari berkunjung di Bali,
keseharian saya diisi dengan beragam kegiatan politik. Tetapi saya mencoba
mencari waktu yang tepat untuk menengok kebudayaan Bali. Mungkin bagi banyak
orang mengenal Pulau Dewata itu hanya sebatas keindahan pantai yang menyebabkan
wisatawan lupa untuk menengok keindahan warisan budaya.
Keinginan untuk mengenal lebih dekat
warisan budaya Bali saya utarakan pada sopir yang kerap mengantar. Seketika
saya diajak ke kawasan klungkung. Selama ini nama Klungkung tak asing bagi
saya, namun saya tak mengenal potensi yang dimiliki di kasawan itu, sepanjang
perjalanan saya penasaran, tak sabar untuk sampai ke Klungkung.
Jarak Klungkung dengan penginapan saya
di Seminyak cukup jauh menempu perjalanan satu jam. Sepanjang perjalanan saya
melihat betapa kayanya Bali yang memiliki keindahan wisata bahari serta pola
hidup masyarakat yang masih tradisional artinya tak melupakan tradisi kendati
arus globalisasi sangat pesat. Sepanjang perjalanan saya tak hanya melihat
gedung, namun kebun warga yang masih terawat.
Setibanya di Klungkung saya diantar ke
rumah seorang pengrajin tenun, namun saya lupa namanya. Disana saya melihat
kesibukan pekerja yang sedang menyulap benang menjadi beragam kain dengan
perpaduan warna cerah yang indah dipandang. Bahkan ketika disuruh mengerjakan
pun saya tak sanggup.
Pemandu mengatakan satu jenis kain
tenun dibuat dalam waktu tiga bulan hingga enam bulan tergantung permintaan
serta jenis kain yang dipesan. Proses pembuatanya pun masih sederhana tak ada
suara mesin modren, hanya terlihat kecermatan jemari para ibu yang memadukan
benang pada alat yang terbuat dari kayu.
Selain itu, saya dibawa ke sebuah
ruangan yang menyimpan beragam jenis tenun Bali sebelum diantar ke berbagai
daerah diantaranya kain Endek Etnik Bali, kain tenun yang berwarna dasar merah
kecoklatan. Tak hanya itu, turut diperkanalkan kain endek padma kelungkung yang
sangat apik perpaduan warna biru tua berhiaskan motif tenun ukiran men begitu
mempersona, saya yakin setiap wanita yang datang pasti segera mengeluarkan uang
untuk membeli kain itu.
Menurut informasi yang disampaikan
pemandu, kain itu merupakan jenis kain tenun kas Klungkung. Harga satu kain
tenun pun berwariasi mulai dari Rp 1 Juta hingga puluhan juta tergantung pada
komposisi warna serta kesulitan motif yang dibuat. Jujur saya sangat salut
melihat para ibu, karena benang-benangnya sangat ribet dengan ramenya warna.
Mungkin tenun dari daerah lain tak memiliki warna serame tenun Bali.
Sekitar setengah hari disana saya
melanjutkan perjalanan ke Pasar Klungkung. Di Pasar saya melihat pedagang
menjual beragam aksesoris khas daerah setempat serta kain tenun asli
ataupun print. Saya menyempatkan diri membeli beragam aksesoris untuk ole-ole.
Selain itu, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Adriana pengrajin
perhiasan khas Bali yang telah menembus pasar eropa.
Menjelang petang saya kembali
melanjutkan perjalanan ke hotel untuk melakukan kegiatan seperti hari-hari
sebelumnya untuk menjalankan beragam agenda politik bersama seluruh staf Dino
Patti Djalal. Informasi ini saya sampaikan disela-sela kesibukan saya setiba di
Jakarta.
Link to Tribun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar